RINOSINUSITIS

RINOSINUSITIS
Anton Christanto
Bagian IP THT-KL RSUP Dr Sardjito/Fak Kedokteran UGM
Yogyakarta
Rinosinusitis adalah penyakit inflamasi yang sering ditemukan dan mungkin akan terus meningkat prevalensinya. Rinosinusitis dapat mengakibatkan gangguan kualitas hidup yang berat, sehingga penting bagi dokter umum atau dokter spesialis lain untuk memiliki pengetahuan yang baik mengenai definisi, gejala dan metode diagnosis dari penyakit rinosinusitis ini.10
Penatalaksanaan rinosinusitis pada pasien dewasa di Indonesia telah dibakukan pada acara Pertemuan Ilimiah Tahunan (PIT) Perhati tahun 2001. Diharapkan bahwa penatalaksanaan ini dapat menjadi prosedur baku penatalaksanaan rinosinusitis di Indonesia serta menjadi pedoman bagi para dokter dalam praktek sehari-hari.11,12
Definisi
Rinosinusitis adalah penyakit inflamasi mukosa yang melapisi hidung dan sinus paranasal. Peradangan ini sering bermula dari infeksi virus pada selesma, yang kemudian karena keadaan tertentu berkembang menjadi infeksi bakterial dengan penyebab bakteri patogen yang terdapat di saluran napas bagian atas. Penyebab lain adalah infeksi jamur, infeksi gigi, dan yang lebih jarang lagi fraktur dan tumor.12
Insidens kasus baru rinosinusitis pada penderita dewasa yang datang di Divisi Rinologi Departemen THT RSCM Januari-Agustus 2005, adalah 435 pasien, 69% (300 pasien) adalah sinusitis.3
Konsensus internasional yang merupakan hasil International Conference on Sinus Disease 1993, dan telah disepakati untuk dipakai di Indonesia, mendefinisikan rinosinusitis akut dan kronis lebih berdasarkan pada patofisiologinya. Rinosinusitis diklasifikasikan sebagai akut jika episode infeksinya sembuh dengan terapi medikamentosa, tanpa terjadi kerusakan mukosa. Rinosinusitis akut rekuren didefinisikan sebagai episode akut berulang yang dapat sembuh dengan terapi medikamentosa, tanpa kerusakan mukosa yang menetap. Rinosinusitis kronis ialah penyakit yang tidak dapat sembuh dengan terapi medikamentosa saja. Hal yang
merupakan paradigma baru dari konsensus internasional ini ialah, baik pada rinosinusitis akut maupun kronis, jika obstruksi ostium dihilangkan dan terjadi aerasi yang adekuat dari sinus-sinus yang menderita maka mukosa yang telah rusak dapat mengalami regenerasi kembali.14
Diagnosis
Kriteria rinosinusitis akut dan kronis pada penderita dewasa dan anak berdasarkan gambaran klinik dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kriteria Rinosinusitis Akut dan Kronik pada Anak dan Dewasa Menurut International Conference on Sinus Disease 1993 & 2004. Disarikan dari : Kennedy DW14 dan Meltzer15.
KRITERIA
RINOSINUSITIS AKUT
RINOSINUSITIS KRONIK
Dewasa
Anak
Dewasa
Anak
1.
Lama Gejala dan Tanda
< 12
minggu
< 12 minggu
> 12
minggu
> 12
minggu
2.
Jumlah episode serangan akut, masing-masing berlangsung minimal 10 hari
< 4 kali / tahun
< 6 kali / tahun
> 4 kali / tahun
> 6 kali / tahun
3.
Reversibilitas mukosa
Dapat sembuh sempurna dengan pengobatan medikamentosa
Tidak dapat sembuh sempurna dengan pengobatan medikamentosa
Diagnosis Rinosinusitis Akut Pada Dewasa
Ditegakkan berdasarkan kriteria di bawah ini:
Anamnesis
Riwayat rinore purulen yang berlangsung lebih dari 7 hari, merupakan keluhan yang paling sering dan paling menonjol pada rinosinusitis akut. Keluhan ini dapat disertai keluhan lain seperti sumbatan hidung, nyeri/rasa tekanan pada muka, nyeri kepala, demam, ingus belakang hidung, batuk, anosmia/hiposmia, nyeri periorbital, nyeri gigi, nyeri telinga dan serangan mengi (wheezing) yang meningkat pada penderita asma.
Rinoskopi Anterior
Rinoskopi anterior merupakan pemeriksaan rutin untuk melihat tanda patognomonis, yaitu sekret purulen di meatus medius atau superior; atau pada rinoskopi posterior tampak adanya sekret purulen di nasofaring (post nasal drip).
Nasoendoskopi
Pemeriksaan nasoendoskopi dapat dilakukan untuk menilai kondisi kavum nasi hingga ke nasofaring. Pemeriksaan ini dapat memperlihatkan dengan jelas keadaan dinding lateral hidung.
Foto polos sinus paranasal
Pemeriksaan foto polos sinus bukan prosedur rutin, hanya dianjurkan pada kasus tertentu, misalnya:
– Rinosinusitis akut dengan tanda dan gejala berat.
– Tidak ada perbaikan setelah terapi medikamentosa optimal
– Diduga ada cairan dalam sinus maksila yang memerlukan tindakan irigasi
– Evaluasi terapi
– Alasan medikolegal.16,17
Tomografi Komputer dan MRI
Pemeriksaan tomografi komputer tidak dianjurkan pada rinosinusitis akut, kecuali ada kecurigaan komplikasi orbita atau intrakranial.
Pemeriksaan MRI hanya dilakukan pada kecurigaan komplikasi intrakranial.
Diagnosis Rinosinusitis Kronis Pada Dewasa
Diagnosis rinosinusitis kronis dapat ditegakkan berdasarkan kriteria di bawah ini:
Anamnesis
Riwayat gejala yang diderita sudah lebih dari 12 minggu, dan sesuai dengan 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor ditambah 2 kriteria minor dari kumpulan gejala dan tanda menurut International Consensus on Sinus Disease, 1993. dan 200414,15 (Lihat Tabel 2). Kriteria mayor terdiri dari: sumbatan atau kongesti hidung, sekret hidung purulen, sakit kepala, nyeri atau rasa tertekan pada wajah dan gangguan penghidu. Kriteria minornya adalah demam dan halitosis. Keluhan rinosinusitis kronik seringkali tidak khas dan ringan bahkan kadangkala tanpa keluhan dan baru diketahui karena mengalami beberapa episode serangan akut.
Rinoskopi anterior
Terlihat adanya sekret purulen di meatus medius atau meatus superior. Mungkin terlihat adanya polip menyertai rinosinusitis kronik.
Pemeriksaan nasoendoskopi
Pemeriksaan ini sangat dianjurkan karena dapat menunjukkan kelainan yang tidak dapat terlihat dengan rinoskopi anterior, misalnya sekret purulen minimal di meatus medius atau superior, polip kecil, ostium asesorius, edema prosesus unsinatus, konka bulosa, konka paradoksikal, spina septum dan lain-lain.
Pemeriksaan foto polos sinus
Dapat dilakukan mengingat biayanya murah, cepat dan tidak invasif, meskipun hanya dapat mengevaluasi kelainan di sinus paranasal yang besar.
Pemeriksaan CT Scan
Dianjurkan dibuat untuk pasien rinosinusitis kronik yang tidak ada perbaikan dengan terapi medikamentosa. Untuk menghemat biaya, cukup potongan koronal tanpa kontras. Dengan potongan ini sudah dapat diketahui dengan jelas perluasan penyakit
di dalam rongga sinus dan adanya kelainan di KOM (kompleks ostiomeatal). Sebaiknya pemeriksaan CT scan dilakukan setelah pemberian terapi antibiotik yang adekuat, agar proses inflamasi pada mukosa dieliminasi sehingga kelainan anatomis dapat terlihat dengan jelas.16,17
Pungsi sinus maksila
Tindakan pungsi sinus maksila dapat dianjurkan sebagai alat diagnostik untuk mengetahui adanya sekret di dalam sinus maksila dan jika diperlukan untuk pemeriksaan kultur dan resistensi.
Sinoskopi
Dapat dilakukan untuk melihat kondisi antrum sinus maksila serta. Pemeriksaan ini menggunakan endoskop, yang dimasukkan melalui pungsi di meatus inferior atau fosa kanina. Dilihat apakah ada sekret, jaringan polip, atau jamur di dalam rongga sinus maksila, serta bagaimana keadaaan mukosanya apakah kemungkinan kelainannya masih reversibel atau sudah ireversibel. 13-17
Tabel 2. Gejala dan Tanda Rinosinusitis Kronis
Penderita
Gejala & Tanda
Dewasa dan Anak
Mayor
Minor
Kongesti hidung atau sumbatan
Demam
Sekret hidung purulen
Halitosis
Sakit kepala
Nyeri atau rasa tertekan pada wajah
Gangguan penghidu
Anak
Batuk
Iritabilitas/Rewel
Dikutip dari: Kennedy DW14
Diagnosis rinosinusitis ditegakkan jika terdapat 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor ditambah 2 kriteria minor.14,18
Secara ringkas panduan penatalaksaan sinusitis pada orang dewasa dapat dilihat pada bagan di bawah ini.
PANDUAN BAKU PENATALAKSANAAN SINU SITIS
pada DEWASA
Terapi tambahan:
Dekongest. oral,
Kortikost.oral dan atau topikal, Mukolitik
Antihistamin (pasien atopi)
Diatermi, Proet, Irigasi sinus
Terapi tambahan:
Dekongest.oral / topikal, Mukolitik,Analgetik Pasien Atopi: Antihist./ steroid topikal
Faktor Predisposisi:
􀂃 Deviasi septum
􀂃 Konka bulosa, Hipertrofi Adenoid (dk)
RINOSKOPI ANTERIOR
Polip? Tumor?
Komplikasi Sinusitis?
YA
TIDAK
Lama gejala > 8 minggu?
Episode serangan akut > 4
TIDAK
YA
SINUSITIS AKUT
Rinoskopi Anterior (RA)
SINUSITIS
AB empirik (2×24 jam)
Lini I: Amoksil 3x500mg
/ Cotrimoxazol 2x480mg
+ Terapi tambahan
Perbaikan?
TIDAK
YA
Lini II AB (7 hari)
Amoks.klav/ Ampi.sulbaktam
Cephalosporin gen.keII
Makrolid
+ Terapi tambahan
Perbaikan?
TIDAK
YA
Teruskan
Ro.polos/CT scan dan /
Naso-endoskopi (NE)
RA / Naso-endoskopi
Ro polos / CT scan
Pungsi & Irigasi sinus/ Sinuskopi
Faktor Predisposisi?
YA
Tatalaksana yang sesuai
TIDAK
Terapi sesuai pada episode akut lini II
+Terapi tambahan
Perbaikan?
YA
TIDAK
AB alternatif 7 hari
Atau buat kultur
Perbaikan
TIDAK
YA
Evaluasi kembali:
NE,Sinuskopi (Irigasi 5x tidak membaik)
Obstruksi KOM?
TINDAKAN BEDAH:
BSEF atau
Bedah Konvensional
TIDAK
ANAMNESIS
Rinore purulen > 7 hari
(Sumbatan hidung, nyeri muka,
sakitkepala,demamdll.)
Lakukan penatalaksanaan yang sesuai
Teruskan
Cari alur diagnostik lain
YA
Kelainan?
YA
TIDAK
Lakukan
Evaluasi diagnosis kembali
1.Evaluasi komprehensif alergi
2.Kultur dari pungsi sinus
YA
Rinosinusitis kronik yang tidak sembuh setelah pengobatan medikamentosa adekuat dan optimal, serta adanya obstruksi KOM merupakan indikasi tindakan bedah.14,15
Beberapa macam tindakan bedah yang dapat dipilih untuk dilakukan, mulai dari pungsi dan irigasi sinus maksila, operasi Caldwell-Luc, etmoidektomi intra- dan ekstranasal, trepanasi sinus frontal dan bedah sinus endoskopik fungsional.
Bedah sinus endoskopik fungsional (BSEF) merupakan langkah maju dalam bedah sinus. Jenis operasi ini menjadi pilihan karena merupakan tindakan bedah invasif minimal yang lebih efektif dan fungsional. Keuntungan BSEF adalah penggunaan endoskop dengan pencahayaan yang sangat terang sehingga saat operasi, kita dapat melihat lebih jelas dan rinci adanya kelainan patologi di rongga-rongga sinus. Jaringan patologik dapat diangkat tanpa melukai jaringan normal dan ostium sinus yang tersumbat diperlebar. Dengan ini drenase dan ventilasi sinus akan lancar kembali secara alamiah, jaringan normal tetap berfungsi dan kelainan di dalam sinus-sinus paranasal akan sembuh dengan sendirinya.
Bedah sinus yang konvensional tidak memperhatikan usaha pemilihan drenase dan ventilasi sinus melalui ostium alamiah, namun dengan berkembangnya pengetahuan patogenesis rinosinusitis, maka berkembang pula modifikasi bedah sinus konvensional. Modifikasi operasi Caldwell-Luc, sekarang hanya mengangkat jaringan patologik saja dan meninggalkan jaringan normal agar tetap berfungsi. Juga dibuat antrostomi meatus medius sehingga drenase dapat pulih kembali melalui jalan alami.
DAFTAR PUSTAKA
1. Pola Penyakit 50 Peringkat Utama Menurut DTD Pasien Rawat Jalan Di Rumah Sakit Indonesia Tahun 2003. Depkes RI
2. Survei Kesehatan
3. Data Poli Rawat Jalan Sub Bagian Rinologi, Bagian THT FKUI – RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta 2000-2005.
4. Data Poli Rinologi , Bagian THT FK UNHAS – Dr. Wahidin Sudiro Husodo, Makasar Januari 2005-Juli 2006
5. Data Poli Rinologi, Malang
6. Dalziel K, Stein K, Round A, Garside R, Royle P. Systematic Review Of Endoscopic Sinus Surgery For Nasal Polyps. Health Technology Assessment 2003;17(7).
7. Nizar NW, Mangunkusumo E, Polip Hidung. Dalam: Soepardi E, Iskandar N, eds. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok. Edisi ke-5. Jakarta: BP FK UI, 2003:96
8. Soetjipto D. Teknik dan Tip Praktis Bedah Sinus Endoskopik Fungsional. Kumpulan Naskah Lengkap, Kursus, Pelatihan dan Demo BSEF. Bagian Ilmu Penyakit Telinga Hidung & Tenggorok. Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
9. Smith LF, Brindley PC, Indications, evaluation, complication and results of functional endoscopic sinus surgery in 200 patients. Department of Otolaryngology, University of Texas Medical Center, Galveston
10. Roos K. The Pathogenesis of Infective Rhinosinusitis. In Rhinosinusitis: Current Issues in Diagnosis and Management. Lund V. Corey J (Eds). The Royal Society of Medicine Press Limited, London, UK, Round Table Series 1999; 67: 3-9
11. Soetjipto D. Penatalaksanaan Baku Rinosinusitis. Dipresentasikan pada Malam Klinik Perhati Jaya, Jakarta, 14 Mei 2000.
12. Penatalaksanaan Baku Rinosinusitis. Dipresentasikan di PIT PERHATI, Palembang 2001.
13. Mangunkusumo E, Rifki N. Sinusitis. Dalam: Soepardi E, Iskandar N, eds. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok. Edisi ke-5. Jakarta: BP FK UI, 2003: 124.
14. Kennedy DW, International Conference On Sinus Disease, Terminology, Staging, Therapy. Ann Otol Rhinol Laryngol 1995; 104 (Suppl. 167):7-30
15. Meltzer EO, Hamilos DL, Hadley JA, et al. Rhinosinusitis: Establishing definitions for clinical research and patient care. Otolaryngol Head Neck Surg 2004; 131(supl):S1-S62.
16. Antonio T, Hernandes J, Lim M, Mangahas L et al. Rhinosinusitis in Adult. In: Clinical Practise Guideline. The Task Force on CPG. Philippine Society Otorhinolaryngology – Head and Neck Surgery 1997; 16-20.
17. Soetjipto D, Bunnag C, Fooanant T, Passali D, Clement PAR, Gendeh BS, Vicente G (Working Group). Management of Rhinosinusitis For The Developing Countries. Presented in The Seminar on Standard ORL Management in Developing Countries, Bangkok, 29 January 2000.
18. Soetjipto D, Mangunkusumo E, Retno SW, Umar SD, Nizar NW. A Comparative Study of Levofloxacin and Amoxicillin/Clavulanic Acid for the Treatmen of Acute and Subacute Bacteriil Rhinosinusitis. Presented at the 6th Western Pacific Congress of Chemotherapy and Infectious Disease. WESPAC 98, Malaysia 29th November – 3rd December 1998.
19. Drake-Lee A. The Pathogenesis of Nasal Polyps. In Settipane GA, Lund VJ, Bernstein JM, Tos M eds. Nasal Polyps: Epidemiology, Pathogenesis and Treatment. Providence: Oceanside Publication; 1997:57-64.
20. Pawankar R. Nasal Polyposis: A Multifactorial Disease. In: Proceeding of World Allergy Forum Symposia: Non Allergic Rhinitis and Polyposis. Sydney Australia: 2000 Oct. 17.

Tinggalkan komentar